Rachmawati Soekarnoputri menang melawan KPU di Mahkamah Agung (MA) terkait Pasal 3 ayat (7) Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2019 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih, Penetapan Perolehan Kursi, dan Penetapan Calon Terpilih dalam Pemilihan Umum.
Mengapa putusan yang diketok oleh ketua majelis Supandi pada 28 Oktober 2019 itu baru dipublikasikan 7 Juli 2020?
Putusan JR Rachmawati Baru Di Publikasikan Tahun Ini, Mengapa?
Perkara permohonan yang diajukan oleh Rachmawati Soekarnoputri dkk dengan register Nomor 44 P/HUM/2019 didaftarkan di Kepaniteraan MA pada tanggal 14 Mei 2019.
Kemudian permohonan tersebut diputus oleh majelis hakim pada tanggal 28 Oktober 2019. Putusan a quo di-upload di Web MA pada tanggal 3 Juli 2020.
Timbul pertanyaan, kenapa putusan tersebut baru di-upload pada tanggal 3 Juli 2020? Sebenarnya tidak ada apa-apa. Lantas, kalau kami mengatakan karena alasan kesibukan mengingat banyaknya perkara yang ditangani MA, tentu alasannya alasan klasik.
Tetapi kalau dipedomani SK Ketua MA Nomor 214/KMA/SK/XII/2014 Tanggal 31 Desember 2014 Tentang Jangka Waktu Penanganan Perkara pada MA, maka jangka waktu tersebut masih dalam koridor.
Apalagi dalam beberapa bulan terakhir ini kami menaati protokoler kesehatan menghadapi pandemi.
Menurut SK KMA tersebut, penanganan perkara di MA ditargetkan 250 hari sejak perkara didaftar sampai dikirim ke pengadilan pengaju.
Sementara itu, KPU menyatakan perolehan suara Presiden Joko Widodo-Ma’ruf Amin sudah sesuai dengan syarat UUD 1945.
Hal ini menanggapi putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan Peraturan KPU soal syarat suara mayoritas bila ada 2 capres.
Pasal 6A UUD 1945 menyebutkan:
(1) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.
(2) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.
(3) Pasangan calon Presiden dan wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden.
(4) Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
(5) Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden lebih lanjut diatur dalam undang-undang.
“Bila peserta Pemilu hanya ada 2 pasangan calon (paslon), secara logis seluruh suara sah secara nasional (100%) bila dibagi 2 paslon, tentu 1 paslon memperoleh suara lebih dari 50% (>50%) dan paslon lain memperoleh suara kurang dari 50% (<50%),” kata anggota KPU, Hasyim Asy’ari, dalam siaran pers, Selasa (7/7).
Di sisi lain, menurut Yusril Ihza Mahendra, putusan MA itu tidak ada kaitannya dengan hasil Pilpres 2019 yang memenangkan Joko Widodo-Ma’ruf Amin sebagai presiden dan wakil presiden.
“Dalam Putusan itu, MA hanya menguji secara materil Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2019 apakah secara normatif bertentangan dengan UU di atasnya atau tidak. Putusan itu sama sekali tidak masuk atau menyinggung kasus sudah menang atau belum Jokowi dalam Pilpres 2019,” ujar Yusril.